Kamis, 01 November 2012

Megahnya Museum Menyimpan Luka Dalam

“History is orphan. It can speak, but cannot hear. It can give, but cannot take. Its wounds and tragedies can be read and known, but cannot be avoided or cured.” ― Kedar Joshi

Sewindu berlalu ketika gempa dan tsunami meluluhlantakkan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Kota yang kerap disebut Serambi Mekkah itu kembali menggeliat. Pembangunan fisik terus dilakukan, perekonomian kembali tumbuh.

Namun, tak ingin melupakan sejarah, sebuah museum dibangun untuk 'menyimpan' kenangan itu. Bangunan museum yang megah terlihat kasat mata ketika saya mengunjunginya di pertengahan September 2012. Warna abu-abu dan hitam mendominasi museum ini. Entah karena menyimbolkan rasa duka mendalam atau warna yang tepat untuk sebuah bangunan publik.

Jujur ini pertama kalinya saya berkunjung ke Aceh. Saya hanya tahu dahsyatnya bencana yang menimpa Aceh melalui pemberitaan di TV dan koran. Entah mengapa seluruh tubuh saya merinding begitu menjelajah ke museum ini. Hawanya dingin meski museum ini selalu dipadati pengunjung. Ada duka tersirat meski matahari bersinar terang di luar museum. Saya pun dapat membayangkan besarnya bencana yang pernah menimpa Aceh pada 26 Desember 2004 silam.





Informasinya gedung ini dibangun oleh arsitek muda dari UGM Yogyakarta. Pembiayaan gedung ini disebut-sebut didanai oleh negara-negara besar di dunia, sebut saja Australia, Jepang, Inggris, AS, dll

Helikopter yang hancur dalam tsunami Aceh






Atap museum dipenuhi bendera-bendera negara donor penyokong pembangunan museum ini. Menurut saya bangunan museum ini bergaya minimalis-modern. Banyak lorong panjang dengan garis tegas pada jendela kacanya, atau garis tegas pada pilar-pilarnya.






Museum itu memiliki Lorong Tsunami, pengunjung bisa berjalan dalam lorong panjang dengan suara gemericik air. Setelahnya ada ruangan dituliskannya nama-nama korban gempa&tsunami. Ruangan itu berbentuk seperti corong hanya lampu-lampu berpendar kuning meneranginya. Museum pun menyuguhkan video dari kumpulan video amatir akan gempa & tsunami yang melanda Aceh. Cukup 15 menit ditayangkan gratis di Ruang Audio Visual. Lukisan, foto, diorama, hingga barang peninggalan bencana pun dipamerkan di museum ini. Bahkan ruangan Simulasi Goncangan Gempa pun dapat dirasakan pengunjung di museum ini.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar